![]() |
| Rapat Harian Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). (Foto: Istimewa) |
JAKARTA, KUTIPANTAU – Rapat Harian Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan risalah penting yang memuat penilaian serius terhadap penyelenggaraan Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU), tata kelola organisasi, serta posisi Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf. Risalah tersebut memerintahkan agar Ketua Umum PBNU mengundurkan diri dalam waktu tiga hari sejak keputusan diterima.
Dalam poin pertama risalah, Syuriah PBNU menilai bahwa diundangnya narasumber yang dikaitkan dengan jaringan Zionisme Internasional dalam AKN NU merupakan pelanggaran terhadap nilai Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah. Kehadiran narasumber itu juga dinilai bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi NU yang menjadi prinsip dasar organisasi.
Poin kedua risalah menyebut bahwa pelaksanaan AKN NU di tengah kecaman dunia internasional terhadap aksi kekerasan Israel menimbulkan citra buruk organisasi. Hal itu dinilai telah memenuhi unsur Pasal 8 huruf a Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025 tentang pemberhentian fungsionaris karena tindakan yang mencemarkan nama baik perkumpulan.
Lebih jauh, poin ketiga risalah menyoroti indikasi pelanggaran dalam tata kelola keuangan PBNU. Rapat Harian Syuriah menyebut adanya dugaan pelanggaran terhadap hukum syara’, peraturan perundang-undangan, serta Pasal 97–99 Anggaran Rumah Tangga NU. Temuan itu dinilai dapat membahayakan eksistensi badan hukum perkumpulan.
Karena mempertimbangkan seluruh poin tersebut, Rapat Harian Syuriah kemudian menyerahkan pengambilan keputusan final kepada Rais Aam PBNU bersama dua Wakil Rais Aam. Musyawarah mereka menghasilkan keputusan: KH. Yahya Cholil Staquf diminta mengundurkan diri dalam tiga hari, dan jika tidak, Syuriah PBNU akan memberhentikannya dari jabatan Ketua Umum PBNU.
Keputusan ini memicu respons dari berbagai kalangan nahdliyyin. Salah satu suara yang paling keras datang dari HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy, atau yang akrab disapa Haji Lilur, seorang Warga Nahdliyyin Anti Kyai Munafik. Ia menilai bahwa risalah Rapat Harian Syuriah secara substansial menunjukkan dua masalah besar yang menjadi dasar pemecatan.
“Jika dibaca teliti, ada dua alasan utama: pertama, dugaan bahwa Ketua Umum bertindak bertentangan dengan prinsip NU dengan menghadirkan narasumber yang dikaitkan dengan Zionisme. Kedua, adanya indikasi masalah tata kelola keuangan yang bahkan disebut melanggar syara’ dan membahayakan eksistensi NU,” tegas Haji Lilur dalam keterangannya.
Menurutnya, poin ketiga risalah menjadi yang paling krusial karena menyangkut masa depan organisasi. Ia mempertanyakan apa yang dimaksud dengan tata kelola keuangan yang dinilai melanggar syara’ dan hingga membahayakan eksistensi NU. “Kalau sampai disebut membahayakan eksistensi NU, itu bukan hal kecil. Itu masalah besar yang harus dijelaskan secara terbuka kepada warga NU,” ujarnya.
Haji Lilur menilai bahwa Syuriah PBNU wajib memberi penjelasan rinci kepada publik NU mengenai temuan tersebut, termasuk apakah terdapat aliran dana yang tidak sah, pelanggaran hukum tertentu, atau potensi penyalahgunaan aset organisasi. “Warga NU punya hak untuk tahu. Jika benar ada pelanggaran berat, maka penyelesaiannya tidak boleh setengah-setengah,” tambahnya.
Ia juga menilai bahwa tuduhan terkait narasumber asing mungkin hanya menjadi pelengkap jika persoalan tata kelola keuangan terbukti lebih serius. “Kalau benar ada pelanggaran keuangan yang membahayakan NU, maka alasan narasumber itu hanya tambahan. Yang utama adalah dugaan pengelolaan keuangan yang melanggar syara’. Itu yang paling berat dan paling membahayakan,” katanya.
Dalam penutupannya, Haji Lilur menegaskan bahwa dinamika ini seharusnya menjadi momentum pembersihan organisasi. “NU harus diselamatkan. Jika ada pelanggaran berat, tidak cukup hanya diminta mundur. Yang melanggar harus diproses lewat mekanisme organisasi dan hukum. Ini demi marwah NU dan demi amar ma’ruf nahi munkar,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, PBNU dan KH. Yahya Cholil Staquf belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait risalah dan keputusan yang diberikan oleh Syuriah PBNU. Sementara itu, warga nahdliyyin di berbagai daerah menunggu perkembangan selanjutnya, terutama apakah Ketua Umum akan mengajukan pengunduran diri atau memilih untuk menjalani proses pemberhentian oleh Syuriah PBNU.


0Komentar