![]() |
HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy atau akrab disapa Jih Lilur founder owner Bapantara Grup. (Foto: Istimewa) |
“Saya pertama kali ke Vietnam pada tahun 2013. Lalu mulai menjalankan usaha secara aktif pada 2015. Waktu itu, banyak rekan yang mengajak saya berbisnis beras. Tapi saya hanya tertawa. Saya ini orang dusun, rumah saya dikelilingi sawah. Hampir semua sawah itu milik eyang saya. Saat itu saya justru sedang jenuh dengan dunia persawahan,” ujar Jih Lilur mengenang masa lalunya.
Kini, satu dekade kemudian, tawaran serupa datang kembali, namun dari mitra yang jauh lebih besar: para pelaku usaha Vietnam yang juga terlibat dalam sektor pertambangan dan perikanan. “Saya menerima tawaran untuk berdagang batubara, benih bening lobster, dan juga beras. Lingkungan bisnis ini tidak bisa saya abaikan,” katanya.
Menurutnya, tiga sektor utama yang menjadi poros hubungan dagang Indonesia dan Vietnam adalah pertanian (beras), pertambangan (batubara), dan perikanan (lobster dan hasil laut lainnya). Melihat struktur perdagangan yang strategis ini, Khalilur menyatakan kesiapannya untuk terlibat, khususnya dalam perdagangan beras, namun dengan prinsip yang ia pegang teguh.
“Saya lahir dari keluarga petani. Kakek dan nenek saya adalah pemilik lahan sawah terbesar di desa kami. Maka saya sangat memahami penderitaan petani saat harga gabah anjlok setiap musim panen,” tegasnya.
“Saya secara prinsip menolak impor beras jenis CBP (Cadangan Beras Pemerintah) karena selama ini justru menyakiti petani lokal. Saya tidak ingin menjadi bagian dari rantai yang menghancurkan nasib petani Indonesia," imbuh Jih Lilur.
Namun demikian, Jih Lilur membedakan antara beras CBP dan beras khusus. “Beras khusus memiliki kualitas super premium dan harga tinggi, di kisaran Rp 25.000 hingga Rp 65.000 per kilogram. Jenis ini tidak ditanam secara luas oleh petani Indonesia. Oleh karena itu, berdagang beras jenis ini tidak akan mengganggu stabilitas harga gabah dalam negeri,” paparnya.
Ia menambahkan, berdasarkan kebijakan pemerintah, volume impor beras khusus pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 420.000 ton. “Angka ini cukup signifikan dan memberikan ruang bagi pelaku usaha untuk mengambil bagian tanpa menimbulkan konflik dengan kepentingan nasional,” jelasnya.
Selama kunjungannya di Vietnam, Jih Lilur berkesempatan melakukan survei langsung ke tiga provinsi penghasil padi terbesar di negara tersebut, yakni Dong Thap, An Giang, dan Can Tho. “Saya menyaksikan langsung ribuan pabrik penggilingan padi berdiri dengan skala yang sangat masif. Ini menginspirasi saya untuk membangun pabrik serupa di berbagai kabupaten di Indonesia,” ungkapnya penuh semangat.
Lebih jauh, ia juga mengungkapkan bahwa tekad untuk menjadi pelaku utama di sektor pertanian sejatinya telah muncul sejak tujuh tahun lalu. Namun fokusnya sempat bergeser ke sektor tambang dan perikanan. Kini, melalui Bapantara Grup (Bandar Pangan Nusantara), Khalilur siap mengonsolidasikan langkah. “Bapantara Grup telah menaungi 18 anak perusahaan dan akan menjadi motor penggerak pertanian nasional di masa depan,” katanya.
“Indonesia adalah negara agraris. Tidak sepatutnya ada warga yang kelaparan karena tidak mampu membeli beras. Saya berkomitmen membangun sistem pangan yang adil dan berkelanjutan. Bismillah, semoga ikhtiar ini menjadi bagian dari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
0Komentar