![]() |
HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy bersama kolega saat di Singapura. (Foto: Istimewa) |
"Perjalanan saya ke Singapura kali ini merubah total cara saya memandang konsep usaha di laut," ujar Khalilur, yang akrab disapa Jih Lilur, kepada AI News Nusantara, Senin (14/07/2025).
Menurutnya, selama ini ia fokus mengembangkan perikanan budidaya dengan memasang keramba di laut dan menata ekosistem secara berkelanjutan. Namun kini, setelah berdiskusi dengan salah satu pengusaha sukses asal Singapura, paradigmanya berubah. “Saya semakin yakin bahwa usaha perikanan budidaya bisa dilakukan besar-besaran, bahkan bisa selaras berjalan dengan usaha ikan tangkap tanpa merusak habitat laut,” tambahnya.
Pengusaha Singapura yang berdarah campuran Melayu, Vietnam, China, dan India tersebut telah lama menjalankan bisnis perikanan budidaya dan tangkap di Bali dan Batam. Dalam perbincangan mereka, ia mengungkap bagaimana hasil laut Indonesia telah menjadi komoditas penting yang memenuhi meja makan rumah dan restoran di Amerika, Eropa, dan Asia.
"Mas Lilur, kalau mengandalkan budidaya memang bagus untuk menata dan menjaga kelestarian, tapi berbisnis ikan tangkap juga tidak harus merusak lingkungan," ujar sang pengusaha.
Ia bahkan menyatakan kesediaannya untuk membantu menjualkan lobster, kepiting, dan ikan-ikan premium hasil produksi BALAD Grup. “Saya bersedia membantu menjualkan lobster Mas Lilur, baik hasil budidaya maupun hasil tangkap,” katanya.
Kesepakatan strategis pun tercapai. Keduanya berkomitmen untuk melakukan survei bersama ke lokasi budidaya BALAD Grup di Bali pada medio Agustus. “Kami sepakat untuk bekerjasama. Dia juga tengah menyiapkan perusahaan perikanannya untuk IPO di Bursa Singapura. Ini peluang besar,” ungkap Jih Lilur penuh antusias.
Langkah ekspansi ini pun diberi nama DABATUKA, sebagai simbol awal dimulainya ekspor perikanan tangkap berbasis kolaborasi dan keberlanjutan.
“Bismillah, kemarin sore di Singapura, saya membuat satu keputusan: memulai ekspor perikanan tangkap. Ini bukan sekadar bisnis, tapi jalan untuk menjadikan Indonesia sebagai kiblat perikanan dunia,” tegasnya.
Dengan filosofi “Menjinakkan Keliaran”, Lilur berharap dapat mengubah wajah industri perikanan yang selama ini dinilai liar dan eksploitatif menjadi lebih terstruktur, profesional, dan ramah lingkungan.
“Semoga Bandar Laut Dunia Grup atau BALAD Grup mampu membawa Indonesia menjadi tuan di negeri sendiri, dan menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tutupnya.
Keputusan ini dipandang sebagai titik balik bagi dunia bisnis perikanan nasional. Melalui kolaborasi lintas negara dan visi besar Jih Lilur, laut Indonesia bukan hanya menjadi sumber daya, tetapi juga menjadi motor penggerak keadilan ekonomi dan kebanggaan nasional di pasar global.
0Komentar