Djainur Ridho, Ketua Dewan Penasehat DPC Partai Gerindra Kabupaten Situbondo (Foto: Kutipantau.com) |
SITUBONDO, KUTIPANTAU.com - Usulan hak angket atau Interpelasi di DPR yang akan diajukan oleh partai pengusung paslon 01 Anies-Amin dan paslon 03 Ganjar-Mahfud, untuk mendalami dugaan Kecurangan dalam pilpres 2024, mendapatkan respon penolakan dari berbagai pihak, salah satunya dari Ketua Dewan Penasehat DPC Partai Gerindra Kabupaten Situbondo, Djainur Ridho.
Menurut Djaiur Ridho, usulan yang diajukan oleh partai pengusung paslon 01 dan 03 adalah bukti sakit hati dan tidak legowonya kedua pasangan calon tersebut dalam menerima kekalahan, sebab tuduhan dugaan adanya kecurangan dalam Pilpres 2024 tidak ada di Daerah, khususnya kabupaten Situbondo.
"Meskipun Hak Angket tidak merubah hasil pemilu, namun secara pribadi dan sebagai dewan penasehat DPC Gerindra Situbondo saya tetap menolak, karena jika memang ada kecurangan seharusnya yang bergejolak dulu di daerah, namun nyatanya pelaksanakan Pilpres 2024 hingga saat ini tenang-tenang saja, ini membuktikan bahwa masyarakat memang menerima dengan hasil yang ada, kok malah yang di Pusat dan tidak ikut turun ke bawah menuduh ada kecurangan, kan ngawur," ujar Djainur Ridho kepada Kutipantau.com, Selasa (27/2/2024).
Selain itu, Djainur menjelaskan di 2015 tempat pemungutan suara atau TPS di Kabupaten Situbondo, tidak ada satupun TPS yang mengalami kerusuhan mauupun protes dari saksi ketiga paslon atau hasil Pilpres 2024. Bahkan menurutnya saat rekapitulasi penghitungan suara di Kecamatanpun tidak ada protes baik dari saksi partai maupun pengawas.
"Bisa di kroscek hingga saat ini, Selasa (27/2/2024) tidak ada satupun kecamatan rusuh karena saksi maupun pendukung ketiga paslon protes, artinya apa, memang tidak ada kecurangan di daerah, lah kok hak angket mendalami dugaan kecurangan pemilu," imbuhnya.
Seharusnya, kata Djainur setiap paslon mengkroscek daerah mana yang ada protes secara masif dan besar terkait pemilihan presiden 2024.
"Setiap paslon pasti punya tim pemenangan baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten kota hingga desa di seluruh Indonesia, Tim tersebut seharusnya difungsikan sebagai alat pemantau untuk mengawal kemenangan paslonnya, jadi jika ada kecurangan seharusnya sudah ada protes keras ditingkat bawah bukan menunggu hasil Quick Count KPU dan jika diketahui sudah kalah baru protes di pusat dalam hal ini usul hak angket, jelas sakit hati orang-orang seperti itu," kata mantan Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Situbondo itu.
Djainur berharap, para elit politik dapat menjadi contoh yang baik untuk masyarakat dan menciptakan kondisi yang aman tanpa perpecahan pasca Pemilu, bukan malah menggulirkan isu kecurangan atas dasar sakit hati.
"Mari ciptakan kondisi yang kondusif pasca pemilu, mari kembali mempererat silaturahmi jangan terpecah hanya karena beda pilihan, dan jangan tergiring ke isu-isu yang berpotensi menimbulkan perpecahan,"Pungkasnya. (Adv)
0Komentar